Kesaksian rohani murtadin urang Sunda kelahiran 1981 ini
betul-betul naif. Meski tidak ilmiah dan tidak amaliah, Nur Ilmi Amalia
begitu berani menyiarkan ajakan terbuka kepada semua orang (non Kristen)
untuk mengikuti jejaknya, berpaling dari Islam pindah menjadi Kristen.
Kesaksian murtadin ini dituangkan dalam selebaran berjudul “Kesaksian
Iman” yang mengisahkan sekilas perpindahan imannya dari seorang Muslimah
alumnus Madrasah Tsanawiyah dan SMEA Muhammadiyah Slipi Jakarta Barat
menjadi seorang Kristiani fanatik.
Dalam pengantarnya, Amalia bertutur: “Nama
saya Nur Ilmi, saat ini saya tergugah dari hati terdalam untuk
memberikan kesaksian iman Kristiani kepada mereka yang tidak dan belum
mengenal Tuhan kita Yesus Kristus, Allah yang Maha Kuasa di atas segala
ilah…. Yesus Kristuslah wujud Allah yang harus kita sembah dan kita puji
kemuliannya.”
Dari pernyataan tersebut, jelaslah bahwa selebaran itu ditujukan
secara umum dan terbuka kepada semua orang yang non Kristen, yang
menurutnya belum mengenal Yesus Kristus.
Untuk mempertegas seruannya, Amalia menutup kesaksiannya dengan
kalimat pamungkas, “Dan saya mengajak semua orang untuk memuji dan
menyembah hanya kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah Yang Maha Kudus untuk
beroleh kasih dan anugerahnya. Halleluyah!”
Saking naifnya, untuk menambah dosis pemurtadan, dalam selebaran
tersebut dilampirkan Surat Pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa
ia menjadi Kristen tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Tak
ketinggalan, Amalia juga melampirkan buletin Warta Sepekan terbitan
Gereja Bethel Indonesia (GBI) yang beralamat di kawasan Kelapa Gading
Jakarta Utara.
Pertama, Kesaksian Nur Ilmi Amalia ini
layak dibilang tidak ilmiah, lantaran penuh dengan propaganda negatif
terhadap Islam tanpa didukung dalil, argumen, referensi, dan fakta-fakta
yang jelas. Ia hanya bisa menuding Islam yang telah ditinggalkannya
sebagai agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk membenci, memusuhi,
membunuh, serta melakukan perbuatan guna-guna dan pelet berdasarkan
mantra ayat-ayat Al-Qur’an. Semua tudingan ini tidak disertai dengan
argumen dan dalil sama sekali. Ia tidak menunjukkan ayat Al-Qur’an mana
yang menurutnya mengajarkan untuk membenci, memusuhi, membunuh, dan
melakukan perbuatan guna-guna dan pelet.
Tuduhan bahwa Islam mengajarkan guna-guna dan pelet berdasarkan
mantra Al-Qur’an adalah murni fitnah dan omong kosong untuk melecehkan
agama Islam. Tuduhan ini sangat kontras dengan kenyataan bahwa Islam
sangat memprioritaskan tauhid dan melarang keras perbuatan syirik.
Karena di hadapan Allah syirik adalah sebuah kezaliman yang besar dan
dosanya tak terampuni (Qs Luqman 13, An-Nisa 48). Salah satu prinsip
tauhid yang harus diyakini oleh umat Islam, bahwa segala manfaat dan
madharat datangnya hanya dari Allah SWT (Qs. Az-Zumar 38).
Guna-guna dan pelet adalah salah satu jenis sihir yang disebut sihir
mahabbah. Semua jenis sihir adalah tipu daya syaitan. Sebagian ulama
berpendapat bahwa tukang sihir adalah kafir dan hukum belajar sihir
adalah haram. Para ulama –di antaranya Syaikh Abdirrahman bin Hasan bin
Muhammad bin Abdil Wahhab dalam kitab Fathul Majid Lis Syarah Kitabut
Tauhid dan Syaikh Wahid Abdul Salam Bali dalam kitab As-Sharimul Battar
fit-Tashaddi lis-Sabaratil-Asyraf– menyatakan bahwa hukuman bagi para
tukang sihir adalah dipenggal lehernya. Tukang sihir itu selamanya tidak
akan pernah bahagia dunia dan akhirat.
“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang” (Qs Thaha 69).
Pemakaian ayat-ayat Al-Qur’an untuk jimat dan pelet adalah perbuatan
yang diharamkan oleh Allah SWT. Kalau tindakan ini dibenarkan dalam
Islam, tentunya Rasulullah SAW adalah orang pertama yang melakukannya.
Ternyata sepanjang hayatnya, beliau tidak pernah menjadikan ayat-ayat
Al-Qur’an sebagai azimat yang diletakkan di bawah bantal, digantungkan
di leher bayi, maupun di atap rumah sebagai penangkal penyakit maupun
tolak bala.
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah atau wadi’ah, maka sungguh dia telah berbuat syirik” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Albani dalam Ash-Shihhah I:809).
Tamimah adalah jimat-jimat yang digantungkan pada leher
manusia atau ditaruh di dompet untuk menangkal/mengusir penyakit, roh
jahat, dsb. Sedangkan wadi’ah adalah benda-benda laut yang dijadikan sebagai jimat penangkal penyakit, dsb.
Yang diperbolehkan dalam Islam adalah ruqyah, yaitu bacaan-bacaan
yang mengandung doa dan zikir dari Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan
teladan dan petunjuk dari Rasulullah SAW. Salah satu manfaat ruqyah
adalah dapat mengobati berbagai gangguan sihir dan kerasukan jin dengan
izin Allah SWT.
Jelaslah bahwa Al-Qur’an bukan untuk mantra, jimat, guna-guna, pelet
dan sihir. Al-Qur’an adalah petunjuk dan pembeda antara yang hak dan
yang batil (Qs. Al-Baqarah 185), penerangan bagi seluruh manusia serta
pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa (Qs. Ali Imran 138), dan hikmat
yang menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan
(Qs. Luqman 1-3).
Bagi orang yang beriman, Al-Qur’an menjadi petunjuk dan rahmat (Qs.
Al-A’raf 203, An-Nahl 64), petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan
kabar gembira (Qs. Al-Isra 9), serta penawar dan rahmat (Qs. Al-Isra
82).
Meski demikian indah dan sarat akan hikmat dan rahmat Allah, namun
orang kafir malah berpaling, mendustakan, dan memperolok-olokkan
Al-Qur’an (Qs. Al-An’am 4-5, Asy-Syu’ara’ 6). Mereka tidak sadar bahwa
pada hakikatnya, penolakan dan olok-olokan mereka itu adalah tindakan
yang sedang menunggu azab dan siksa neraka yang menghinakan (Qs
Al-Mursalat 28-50).
Kedua, Kesaksian Nur Ilmi Amalia ini sangat
pantas disebut tidak amaliah karena mustahil diamalkan dalam kehidupan
ritual beragama. Dia hanya mengajak untuk beribadah menyembah hanya
kepada Yesus yang diyakininya sebagai Tuhan dan Allah Yang Maha Kudus.
Tapi dia sama sekali tidak menampilkan satu argumen atau satu dalil pun
berdasarkan kitab suci yang diimaninya.
Padahal, kalau Amalia mau memfungsikan nalarnya untuk berpikir ilmiah
dan objektif, bacalah Alkitab (Bibel) dari awal kitab Kejadian sampai
akhir kitab Wahyu. Tak satu ayat pun yang mendukung seruannya, bahkan
seruannya bertolak belakang dengan kitab suci.
Amelia menyerukan “Dan saya mengajak semua orang untuk memuji dan
menyembah hanya kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah Yang Maha Kudus untuk
beroleh kasih dan anugerahnya,” padahal dalam Alkitab Yesus tidak pernah
bersabda kepada para muridnya, “Akulah Tuhan, Allah Yang Maha Kudus,
hanya Akulah yang patut disembah untuk beroleh kasih dan anugerahKu!”
Yesus tidak pernah menyuruh kepada para muridnya supaya beribadah dan
bertuhan kepadanya. Justru Yesus yang notabene nabi utusan Allah
mengajarkan tauhid (monoteisme).
“Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa” (Markus 12: 29).
Bahkan kepada iblis pun Yesus mengajarkan tauhid. “Maka berkatalah
Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus
menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau
berbakti!’” (Matius 4: 10).
Salah besar jika Amelia maupun para penginjil lainnya mengajak orang
untuk beribadah kepada Yesus, karena Yesus sendiri beribadah, berdoa dan
minta ampun kepada Allah.
“Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman ia berdoa kepada Allah” (Lukas 6:12). Dalam Injil Matius 6:12 Yesus mengajarkan untuk minta ampun (istighfar) kepada Allah.
Yesus tidak pernah mengaku sebagai Tuhan maupun Allah Yang Maha Kudus
seperti anggapan Amalia. Karena jika itu dilakukan Yesus, maka dia
melanggar Taurat yang secara tegas melarang syirik kepada Allah:
“Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia” (Ulangan 4:35).
“Sebab itu Engkau besar, ya Tuhan Allah, sebab tidak ada yang
sama seperti Engkau dan tidak ada Allah selain Engkau menurut segala
yang kami tangkap dengan telinga kami” (2 Samuel 7:22).
Menjadikan Yesus sebagai Tuhan yang sejajar, sama dan identik dengan
Allah adalah pelanggaran berat terhadap Firman Allah dan sabda Yesus
dalam Alkitab:
“Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan
dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?…. Akulah Allah dan tidak ada
yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku” (Yesaya 46:5-9).
Duh, Nur Ilmi Amalia, kembalilah ke jalan yang lurus. Jika mengikuti
Yesus, beribadahlah dengan menyembah, berdoa dan minta ampun kepada
Tuhannya Yesus. Karena mempertuhankan Yesus adalah pengkhianatan
terhadap ajaran Yesus.
Camkan sabda Yesus dalam Alkitab, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu
bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan
mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 17:3).
Dan renungkanlah sabda Nabi Isa AS yang diabadikan dalam Al-Qur’an,
“Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu, sembahlah
Dia. Inilah jalan yang lurus” (Qs. Ali ‘Imran 51, Az Zukhruf 64). []
(Dimuat di Majalah Al-Mujtama’ edisi 11 Th 1/9 Rabiul Awal1430, hlm. 46-47)