Halaman

Rabu, 10 April 2013

BETAPA NAIFNYA MURTADIN ‘URANG SUNDA’

Kesaksian rohani murtadin urang Sunda kelahiran 1981 ini betul-betul naif. Meski tidak ilmiah dan tidak amaliah, Nur Ilmi Amalia begitu berani menyiarkan ajakan terbuka kepada semua orang (non Kristen) untuk mengikuti jejaknya, berpaling dari Islam pindah menjadi Kristen. Kesaksian murtadin ini dituangkan dalam selebaran berjudul “Kesaksian Iman” yang mengisahkan sekilas perpindahan imannya dari seorang Muslimah alumnus Madrasah Tsanawiyah dan SMEA Muhammadiyah Slipi Jakarta Barat menjadi seorang Kristiani fanatik.

Dalam pengantarnya, Amalia bertutur: “Nama saya Nur Ilmi, saat ini saya tergugah dari hati terdalam untuk memberikan kesaksian iman Kristiani kepada mereka yang tidak dan belum mengenal Tuhan kita Yesus Kristus, Allah yang Maha Kuasa di atas segala ilah…. Yesus Kristuslah wujud Allah yang harus kita sembah dan kita puji kemuliannya.”

Dari pernyataan tersebut, jelaslah bahwa selebaran itu ditujukan secara umum dan terbuka kepada semua orang yang non Kristen, yang menurutnya belum mengenal Yesus Kristus.

Untuk mempertegas seruannya, Amalia menutup kesaksiannya dengan kalimat pamungkas, “Dan saya mengajak semua orang untuk memuji dan menyembah hanya kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah Yang Maha Kudus untuk beroleh kasih dan anugerahnya. Halleluyah!”

Saking naifnya, untuk menambah dosis pemurtadan, dalam selebaran tersebut dilampirkan Surat Pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa ia menjadi Kristen tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Tak ketinggalan, Amalia juga melampirkan buletin Warta Sepekan terbitan Gereja Bethel Indonesia (GBI) yang beralamat di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara.

Pertama, Kesaksian Nur Ilmi Amalia ini layak dibilang tidak ilmiah, lantaran penuh dengan propaganda negatif terhadap Islam tanpa didukung dalil, argumen, referensi, dan fakta-fakta yang jelas. Ia hanya bisa menuding Islam yang telah ditinggalkannya sebagai agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk membenci, memusuhi, membunuh, serta melakukan perbuatan guna-guna dan pelet berdasarkan mantra ayat-ayat Al-Qur’an. Semua tudingan ini tidak disertai dengan argumen dan dalil sama sekali. Ia tidak menunjukkan ayat Al-Qur’an mana yang menurutnya mengajarkan untuk membenci, memusuhi, membunuh, dan melakukan perbuatan guna-guna dan pelet.

Tuduhan bahwa Islam mengajarkan guna-guna dan pelet berdasarkan mantra Al-Qur’an adalah murni fitnah dan omong kosong untuk melecehkan agama Islam. Tuduhan ini sangat kontras dengan kenyataan bahwa Islam sangat memprioritaskan tauhid dan melarang keras perbuatan syirik. Karena di hadapan Allah syirik adalah sebuah kezaliman yang besar dan dosanya tak terampuni (Qs Luqman 13, An-Nisa 48). Salah satu prinsip tauhid yang harus diyakini oleh umat Islam, bahwa segala manfaat dan madharat datangnya hanya dari Allah SWT (Qs. Az-Zumar 38).

Guna-guna dan pelet adalah salah satu jenis sihir yang disebut sihir mahabbah. Semua jenis sihir adalah tipu daya syaitan. Sebagian ulama berpendapat bahwa tukang sihir adalah kafir dan hukum belajar sihir adalah haram. Para ulama –di antaranya Syaikh Abdirrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab dalam kitab Fathul Majid Lis Syarah Kitabut Tauhid dan Syaikh Wahid Abdul Salam Bali dalam kitab As-Sharimul Battar fit-Tashaddi lis-Sabaratil-Asyraf– menyatakan bahwa hukuman bagi para tukang sihir adalah dipenggal lehernya. Tukang sihir itu selamanya tidak akan pernah bahagia dunia dan akhirat.

“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang” (Qs Thaha 69).

Pemakaian ayat-ayat Al-Qur’an untuk jimat dan pelet adalah perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT. Kalau tindakan ini dibenarkan dalam Islam, tentunya Rasulullah SAW adalah orang pertama yang melakukannya. Ternyata sepanjang hayatnya, beliau tidak pernah menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai azimat yang diletakkan di bawah bantal, digantungkan di leher bayi, maupun di atap rumah sebagai penangkal penyakit maupun tolak bala.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah atau wadi’ah, maka sungguh dia telah berbuat syirik” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Albani dalam Ash-Shihhah I:809).

Tamimah adalah jimat-jimat yang digantungkan pada leher manusia  atau ditaruh di dompet untuk menangkal/mengusir penyakit, roh jahat, dsb. Sedangkan wadi’ah adalah benda-benda laut yang dijadikan sebagai jimat penangkal penyakit, dsb.

Yang diperbolehkan dalam Islam adalah ruqyah, yaitu bacaan-bacaan yang mengandung doa dan zikir dari Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan teladan dan petunjuk dari Rasulullah SAW. Salah satu manfaat ruqyah adalah dapat mengobati berbagai gangguan sihir dan kerasukan jin dengan izin Allah SWT.

Jelaslah bahwa Al-Qur’an bukan untuk mantra, jimat, guna-guna, pelet dan sihir. Al-Qur’an adalah petunjuk dan pembeda antara yang hak dan yang batil (Qs. Al-Baqarah 185), penerangan bagi seluruh manusia serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa (Qs. Ali Imran 138), dan hikmat yang menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (Qs. Luqman 1-3).

Bagi orang yang beriman, Al-Qur’an menjadi petunjuk dan rahmat (Qs. Al-A’raf 203, An-Nahl 64), petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan kabar gembira (Qs. Al-Isra 9), serta penawar dan rahmat (Qs. Al-Isra 82).

Meski demikian indah dan sarat akan hikmat dan rahmat Allah, namun orang kafir malah berpaling, mendustakan, dan memperolok-olokkan Al-Qur’an (Qs. Al-An’am 4-5, Asy-Syu’ara’ 6). Mereka tidak sadar bahwa pada hakikatnya, penolakan dan olok-olokan mereka itu adalah tindakan yang sedang menunggu azab dan siksa neraka yang menghinakan (Qs Al-Mursalat 28-50).

Kedua, Kesaksian Nur Ilmi Amalia ini sangat pantas disebut tidak amaliah karena mustahil diamalkan dalam kehidupan ritual beragama. Dia hanya mengajak untuk beribadah menyembah hanya kepada Yesus yang diyakininya sebagai Tuhan dan Allah Yang Maha Kudus. Tapi dia sama sekali tidak menampilkan satu argumen atau satu dalil pun berdasarkan kitab suci yang diimaninya.

Padahal, kalau Amalia mau memfungsikan nalarnya untuk berpikir ilmiah dan objektif, bacalah Alkitab (Bibel) dari awal kitab Kejadian sampai akhir kitab Wahyu. Tak satu ayat pun yang mendukung seruannya, bahkan seruannya bertolak belakang dengan kitab suci.

Amelia menyerukan “Dan saya mengajak semua orang untuk memuji dan menyembah hanya kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah Yang Maha Kudus untuk beroleh kasih dan anugerahnya,” padahal dalam Alkitab Yesus tidak pernah bersabda kepada para muridnya, “Akulah Tuhan, Allah Yang Maha Kudus, hanya Akulah yang patut disembah untuk beroleh kasih dan anugerahKu!”

Yesus tidak pernah menyuruh kepada para muridnya supaya beribadah dan bertuhan kepadanya. Justru Yesus yang notabene nabi utusan Allah mengajarkan tauhid (monoteisme).

“Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa” (Markus 12: 29).

Bahkan kepada iblis pun Yesus mengajarkan tauhid. “Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’” (Matius 4: 10).

Salah besar jika Amelia maupun para penginjil lainnya mengajak orang untuk beribadah kepada Yesus, karena Yesus sendiri beribadah, berdoa dan minta ampun kepada Allah.

“Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman ia berdoa kepada Allah” (Lukas 6:12). Dalam Injil Matius 6:12 Yesus mengajarkan untuk minta ampun (istighfar) kepada Allah.

Yesus tidak pernah mengaku sebagai Tuhan maupun Allah Yang Maha Kudus seperti anggapan Amalia. Karena jika itu dilakukan Yesus, maka dia melanggar Taurat yang secara tegas melarang syirik kepada Allah:
“Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia” (Ulangan 4:35).

“Sebab itu Engkau besar, ya Tuhan Allah, sebab tidak ada yang sama seperti Engkau dan tidak ada Allah selain Engkau menurut segala yang kami tangkap dengan telinga kami” (2 Samuel 7:22).
Menjadikan Yesus sebagai Tuhan yang sejajar, sama dan identik dengan Allah adalah pelanggaran berat terhadap Firman Allah dan sabda Yesus dalam Alkitab:

“Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?…. Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku” (Yesaya 46:5-9).

Duh, Nur Ilmi Amalia, kembalilah ke jalan yang lurus. Jika mengikuti Yesus, beribadahlah dengan menyembah, berdoa dan minta ampun kepada Tuhannya Yesus. Karena mempertuhankan Yesus adalah pengkhianatan terhadap ajaran Yesus.

Camkan sabda Yesus dalam Alkitab, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 17:3).
Dan renungkanlah sabda Nabi Isa AS yang diabadikan dalam Al-Qur’an,  “Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu, sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus” (Qs. Ali ‘Imran 51, Az Zukhruf 64). []

(Dimuat di Majalah Al-Mujtama’ edisi 11 Th 1/9 Rabiul Awal1430, hlm. 46-47)