Rabu, 10 April 2013
HARUSKAH PERCAYA PADA BIBLE?
Bambang Noorsena terusik dengan pengaruh penerjemahan Injil Barnabas ke dalam edisi bahasa Indonesia, karena ia merasa dasar iman kristianinya “diserang” oleh Injil Barnabas. Noorsena adalah pendiri Institute for Syriac Christian Studies –yang lebih dikenal dengan Kristen Ortotoks Syria– yang juga dosen di Universitas Kristen Cipta Wacana (UKCW) Malang,
Beberapa doktrin yang merasa diserang, antara lain: Injil Barnabas secara jelas menyatakan adanya pemalsuan kitab suci; Barnabas memosisikan Paulus sebagai terdakwa dalam kasus penyesatan terhadap ajaran Yesus yang asli; penolakan terhadap gelar Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allah; penyangkalan terhadap doktrin penyaliban dan kebangkitan Yesus, dengan menyatakan bahwa yang disalib bukan Yesus melainkan Yudas; dll. Ia juga menganggap pemakaian Injil Barnabas dalam dakwah sebagai tindakan yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebagai reaksinya, Noorsena menulis buku Telaah Kritis Atas Injil Barnabas, yang dimaksudkan untuk memberikan kelegaan bagi umat Kristiani. Kelegaan yang dimaksud adalah menengangkat wibawa Injil yang diimaninya, sembari menginjak Injil Barnabas yang dianggapnya lemah dan apokrip. Injil-injil lain yang tak luput dari serangan Bambang adalah: Injil Nikodemus (The Gospel of Nicodemus), Injil Petrus (The Gospel of Peter), Injil Ebionit (The Gospel of the Ebionites), Injil Tomas (The Gospel of Thomas), Kisah Petrus (The Act of Peter), Kisah Paulus (The Act of Paul), Kisah Andreas (The Gospel of Andrew), Injil Kelahiran Maria (The Gospel of the Birth of Mary), Injil orang-orang Ibrani (The Gospel According to the Hebrew), dll.
Karenanya, tak segan-segan Noorsena menjuluki Injil Barnabas sebagai injil palsu, karangan sulap kata, kabar burung, dongeng burung, pamflet propaganda anti Kristen yang tidak fair, dll.
Di sini, penulis tidak tertarik untuk menanggapi ulasan Bambang Noorsena tentang Injil Barnabas, karena dia sudah mengakui bahwa dirinya bukan orang yang pakar di bidangnya. Seluruh uraiannya hanyalah mengutip berbagai artikel dan buku-buku yang dianggapnya sebagai barang langka (hlm. 4). Selain itu, untuk melengkapi analisa historisnya, Noorsena banyak menerapkan medode ”kemungkinan. Misalnya, ia menduga bahwa Injil Barnabas diselesaikan di kota Bologna, Italia (hlm. 11). Ia juga menduga penulis Injil Barnabas adalah Fra Marino, seorang korban inkuisisi gereja Katolik (hlm. 66).
Penulis ingin menanggapi Lampiran berjudul “Pandangan Al-Qur’an terhadap Taurat dan Injil” pada halaman 93-99 buku tersebut.
Dalam tulisan ini, Bambang Noorsena mati-matian menepis sinyalemen ayat-ayat Al-Qur’an tentang adanya pemalsuan dan kepalsuan kitab suci oleh Ahli Kitab. Menurutnya, pemalsuan Taurat dan Injil yang disinyalir oleh Al-Qur’an itu bukanlah pemalsuan tekstual ayat, melainkan pemalsuan konteks penafsiran ayat yang disebut tahrif ma’nawi. Beberapa ayat Al-Qur’an yang dikomentari Noorsena antara lain surat An-Nisa 46 dan Al-Ma’idah 13. Inilah komentarnya:
“Dari dua ayat tersebut di atas jelas yang dimaksud dengan tahrif di sini bukanlah perubahan textual atau harafiah dari Alkitab, melainkan menafsiran arti dari kata-kata yang terdapat di dalam Alkitab. Kata-kata tertentu telah diambil arau dikeluarkan dari konteksnya dan diterapkan ke suatu hal yang tidak pernah dimaksudkan oleh Wahyu Allah. Sehingga kata-kata itu berubah artinya” (hlm. 95).
Dari penjelasan tersebut, pada dasarnya Noorsena mengakui bahwa Ahli Kitab memang suka merubah konteks (penafsiran) ayat suci. Hal ini dibuktikannya sendiri ketika dirinya sebagai seorang Ahli Kitab, juga membelok-belokkan penafsiran Al-Qur’an untuk membela keyakinannya. Salah satu ayat Al-Qur’an yang ditahrif konteks penafsirannya adalah surat Al-Ma’idah 13:
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya….”
Padahal, kata “yuharrifuuna al-kalima” (mereka suka merobah perkataan Allah) dalam ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa kitab suci milik Yahudi dan Nasrani saat ini memang sudah tidak orisinil lagi, karena keduanya telah mengalami perubahan di tangan para pemeluknya. Kedua umat tersebut telah diambil janjinya oleh Allah, yang dinamakan dengan mitsaq (berasal dari kata watsiqa yang secara literal berarti mengikat dan menetapkan. Karena itu, kata al-mitsaq diartikan sebagai janji yang kokoh). Di antara janji (mitsaq) yang diambil Allah dari Bani Israil adalah janji untuk hanya mengabdi kepada Allah (Qs Al-Baqarah 83) dan janji untuk menerangkan isi kitab suci tanpa menyembunyikannya sedikitpun (Qs. Ali Imran 187). Akan tetapi janji prasetiya tersebut dilanggarnya dengan semena-mena. Sebagian isi kitab suci mereka sembunyikan, bahkan sebagian lagi mereka ubah. Perubahan paling mendasar yang mereka lakukan adalah akidah Tauhid yang menjadi misi utama para rasul Allah. Mereka ubah ajaran Tauhid menjadi doktrin Trinitas yang menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan (Qs At-Taubah 30).
Fakta pemalsuan ayat Trinitas dalam Alkitab (Bibel), antara lain kitab 1 Yohanes 5-7 telah diungkapkan pada rubrik ini di edisi sebelumnya.
Jadi, obyek tahrif (perubahan) yang dilakukan oleh Ahli Kitab bukan hanya konteks (penafsiran) saja tapi juga tekstual (harfiah) kitab suci.
Dalam Alkitab sendiri telah diumumkan perilaku orang-orang Israel sebagai kaum yang durhaka, zalim, tukang tenung dan hobi memanipulasi kebenaran kitab suci dengan cara penambahan, pengurangan, penyisipan dan perubahan tata letak ayat (Mikha 3: 9-11). Maka tidak heran bila semasa hidupnya Musa mengecam kedegilan bani Israel. Bahkan Musa menubuatkan bahwa sepeninggal dirinya, kelak bani Israel akan semakin degil dan tegar tengkuk terhadap kitab suci (Ulangan 31: 27).
Apologi Noorsena semakin terbantah oleh pendapat para teolog Kristen sendiri yang mengakui adanya tahrif dalam Alkitab. Misalnya, tahrif terhadap kitab Mazmur (Zabur) warisan Nabi Daud AS. Kitab Mazmur dalam Bibel tidak murni tulisan Daud, karena sudah dioplos dengan tulisan orang di belakang hari yang tidak dikenal namanya. ME Kemp dalam Bible Questions and Answers, menulis pada bab III: “Siapakah yang menulis Kitab Mazmur? Jawab: Kira-kira 80 Mazmur ditulis oleh Daud, dua oleh Musa, dan yang lainnya ditulis oleh orang lain.” (soal nomor 18).
Kemp tidak bisa menjelaskan siapa nama-nama “orang lain” yang disebutnya sebagai penulis kitab Mazmur Bibel itu.
Dr David L Baker tidak menampik, malah mempertegas penjelasan di atas. Menurutnya, Mazmur pasal 42 sampai dengan pasal 106 bukanlah tulisan Daud. Mazmur pasal 42-72 adalah karangan Bani Korah, pasal 73-89 karangan Asaf, sedangkan pasal 90-106 tidak diketahui penulisnya. (Mari Mengenal Perjanjian Lama, hlm. 80-81).
Senada dengan itu, Dr J Blommendaal –teolog kelahiran Belanda tahun 1927– menyatakan, meskipun nama Daud tercantum sebagai penulis Mazmur, tapi penulisnya adalah orang lain yang mencatut nama Daud demi popularitas. Blommendaal menjelaskan:
“Kalau Daud atau orang lain disebut sebagai penulis suatu Mazmur, hal itu belum berarti bahwa mereka memang benar-benar menulisnya, sebab bisa terjadi bahwa orang lain yang menulis Mazmur tersebut memakai nama Daud atau orang-orang tertentu, agar Mazmurnya dapat diterima dan diakui oleh Pembaca.” (Pengantar kepada Perjanjian Lama, hlm. 149).
Kenyataan bahwa Mazmur ditulis oleh orang lain itulah yang membuka peluang pendiskreditan kepada Nabi Daud dengan tuduhan ‘nabi pezina’. Salah satu pasal dalam Mazmur mengisahkan bahwa Nabi Daud melakukan skandal seksual dengan Batsyeba, istri pembantu kerajaannya.
“Untuk pemimpin kor. Mazmur karangan Daud setelah ia ditegur oleh Nabi Natan karena berbuat zinah dengan Batsyeba” (Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari).
Sebenarnya, kalau mau jujur, tanpa perlu bersusah payah Noorsena bias menerima fakta ketidakaslian Alkitab yang diimaninya. Karena bukti-bukti konkret itu terpampang begitu nyata di depan kelopak matanya. Carilah Alkitab (Bibel) “Kitab Kudus Perdjandjian Lama” terbitan Katolik yang dicetak di Ende-Flores tahun 1970. Pada halaman 290 dijelaskan status kitab II Samuel pasal 21-24 sbb:
“Sjemuel II 21-24. TAMBAHAN-TAMBAHAN. Disini menjusul beberapa tambahan (Fs 21 s/d 24) jang bertjerita tentang suatu patjeklik besar dan keturunan radja Sjaul jang dibunuh, ketjuali anak Jonatan, Meribba’al; tentang perang dengan orang-orang Felesjet; tentang para pahlawan Dawud dan tjatjah djiwa jang diadakan radja serta hukumannja…”
Padahal, dalam Alkitab standar terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) , kitab II Samuel pasal 21 terdapat 22 ayat, pasal 22 ada 51 ayat, pasal 23 ada 39 ayat dan pasal 24 ada 25 ayat. Jumlah seluruhnya, pasal 21-24 ada 137 ayat, termaktub kita-kira tujuh halaman. Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa menurut penelitian para ahli biblika Katolik, 137 ayat dalam kitab II Samuel itu adalah sebuah tahrif berupa penambahan ayat.
Jika fakta dan data kepalsuan ratusan Alkitab ini dirasa belum cukup oleh Bambang Noorsena, silahkan baca buku “Kasus 18.666 Ayat Alkitab (Bibel).” Di sini diungkapkan bahwa dalam Alkitab “Die Gute Nachricht Altes und Neues Testament” yang diterbitkan oleh Deutsche Bibelstifung Stuttgart, Jerman tahun 1978, sebanyak 18.666 ayat dari ratusan pasal yang diamputasi.
Jadi, apologi yang dilakukan oleh Noorsena adalah kesia-siaan ibarat menegakkan benang basah, karena kekeliruan data dan tafsir. []
(Dimuat di Majalah Al-Mujtama’ edisi 10 Th 1/17 Safar 1430, hlm. 46-47)