Halaman

Minggu, 17 Maret 2013

Ilmuan german beserta 4000 warga german masuk islam

Meski Islam dan umatnya kerap dilecehkan dan mendapat terror di berbgai tempat, namun cahaya kebenaran  tidak pernah redup. Di Jerman, sebuah sensus menyebutkan bahwa Islam menyebar pesat. Di jantung kota Jerman, orang berbondong-bondong masuk Islam setiap tahunnya. Hal ini memunculkan rasa khawatir sebagian orang bila Eropa dalam beberapa tahun ke depan berubah menjadi benua yang didominasi oleh kaum Muslimin.

Menurut Laporan Lembaga Statistik Khusus umat Islam di Jerman, jumlah orang yang masuk Islam di Jerman bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, jumlah mereka yang menyatakan diri masuk Islam sekitar 4.000-an orang, sementara di tahun 2005, hanya sekitar 1.000 orang saja. Menurut Direktur Lembaga, Salim Abdullah, “Sedikitnya ada 18.000-an orang Jerman yang tercatat sudah masuk Islam.” (watch Many German Women Turning to Islam )

Dalam penghitungan yang dilakukan lembaganya, di kota Sost Jerman, terdapat 1.240-an Muslim asli Jerman dari total 732 ribu orang Muslim dari berbagai latar belakang. “Kebanyakan para pemeluk Islam baru itu adalah kaum perempuan yang telah menetapkan diri masuk Islam, baik karena keyakinannya pribadi atau karena pernikahannya dengan sang suami yang beragama Islam, ujar Salim.

"Ini bukan hal yang aneh, karena umumnya kaum Muslimah Jerman juga orang-orang terpelajar yang memiliki predikat ilmiah cukup tinggi dari berbagai lembaga pendidikan, ” ujar Salim.

Dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa 250 hingga 300 orang perempuan Jerman memeluk Islam setiap tahunnya. (na-str/islmtm/eramuslim)

Sebuah kajian mengenai kehidupan Muslim di Jerman menunjukkan fenomena pindah agama di kalangan masyakarat kelas menengah Jerman yang angkanya cukup mencengangkan. Kendati media “rajin” memberitakan tentang terorisme yang dikaitkan dengan Islam, kekerasan dalam rumah tangga Muslim, dan bom bunuh diri, namun sedikitnya 4.000 warga negara Jerman menjadi Muslim antara bulan Juli 2004 hingga Juni 2005, saat penelitian dilakukan.

Penelitian yang didanai Kementerian Dalam Negeri Jerman ini menyebut, jumlah mualaf meningkat empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya. “Justru di saat kebencian di Barat terhadap Islam makin memuncak,” tulis laporan itu.

Mereka berislam atas kesadaran sendiri, dan sebagian besar mualaf adalah dari kalangan terpelajar. “Bila tiga tahun lalu kebanyakan converter adalah wanita yang berpindah agama karena pernikahan, maka sekarang banyak juga kaum pria dari kalangan kelas menengah Jerman yang beralih menjadi Muslim” tulis laporan itu.

imageHasil penelitian ini tak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Monika Wohlrab-Sahr, seorang sosiolog agama. Bedanya, dia tak hanya memotret fenomena ini di Jerman, tetapi juga Amerika Serikat. Di dua negara ini, Islam tumbuh dengan pesat justru setelah Tragedi 11 September.

Menurut pengamatan Wohlrab Sahr, para mualaf sebelum berislam umumnya mengalami “krisis personal” dan menemukan kedamaian justru dalam Islam, agama yang dicap banyak orang sebagai agama teroris. Motifasi lainnya adalah pencarian agama yang lebih “pas” buat dirinya. “Dia ingin beda dari yang lain,” ujarnya.

Dalam opini Wohlrab-Sahr, meski Kristen juga menawarkan kedamaian batin, namun Islam lebih menarik sebagai jalan keluar dari keruwetan hidup. Hal ini ditunjang dengan media yang terus-menerus memperdebatkan tentang Muslim. “Islam menjadi makin menarik sebagai sebuah genuine alternative,” tambah Wohlrab-Sahr.

Namun, alasan seseorang berislam tentu berbeda-beda, meski Wohlrab-Sahr bilang mirip. Salim Abdullah ia menolak menyebutkan nama aslinya menyatakan tertarik pada Islam karena ajaran ini paling jelas merinci tuntunan hidup bagi umatnya. Sedangkan Luhr yang selalu membawa sajadah di mobil Alfa Romeo GT terbarunya menyatakan, “Meski Islam dinilai mundur dari peradaban Barat, namun ajarannya tetap relevan hingga saat ini.“

Kai Lühr kini telah menjadi seorang muslim taat. Dokter asli Jerman berusia 46 tahun ini bersama isterinya, Catherine Lühr, merupakan dua di antara ribuan orang di Jerman yang baru memeluk Islam. Selain itu, ada pula Nils von Bergner, seorang pengacara berumur 36 tahun yang tinggal di kota Hamburg, Jerman, yang juga telah menemukan Islam sebagai jalan hidupnya.
Kedua orang ini mewakili masyarakat Jerman dari kalangan menengah ke atas yang menemukan kebenaran Islam. Mereka menjalankan Islam sebaik-baiknya, termasuk sholat lima waktu, meskipun dengan menggelar sajadah di ruangan kerja mereka. Kedua orang ini sempat menjadi buah bibir media massa cetak maupun televisi yang mengulas fenomena yang tak terduga ini di Jerman, di mana Islam tidak jarang digambarkan oleh media massa sebagai teroris, fundamentalis serta beragam gambaran buruk lainnya.
Sebagaimana diberitakan harian Hamburger Abendblatt terbitan 29 Januari 2007, di seluruh Jerman dalam rentang waktu Juli 2005 – Juni
2006 terdapat sekitar 4000 orang yang masuk Islam. Sebanyak 17.200 warga Jerman, yang masuk Islam setelah sebelumnya menganut Nasrani, saat ini tinggal di Jerman. Demikian hasil penelitian yang dilakukan lembaga “Das Islam-Archiv” atas permintaan kementrian dalam negeri pemerintah federal Jerman.

Islam: masuk akal dan memiliki arahan yang jelas Fakta bahwa para muallaf datang dari kalangan berpendidikan dan intelektual seperti dokter Kai Lühr dan pengacara Nils von Bergner mengisyaratkan satu hal: Islam adalah agama yang dapat diterima akal.
Demikianlah yang dituturkan Kai Lühr sebagaimana disiarkan stasiun televisi 3Sat: “Islam adalah agama pertama, yang menurut saya memiliki penjelasan yang pasti dan masuk akal tentang masalah ketuhanan.”
Ia menambahkan, “Islam bermakna penyerahan diri kepada satu Tuhan. Dan Muslim bermakna menghamba kepada Tuhan yang Esa ini.”
Lain halnya dengan Nils von Bergner, satu dari lebih dari 350 warga Hamburg yang masuk Islam di tahun 2005. Dia punya cerita lain tentang perjalanannya menuju Islam, sebagaimana kisahnya kepada stasiun televisi NDR yang disiarkan 26 Maret 2007.

Ia mengaku sebagai orang
yang senantiasa mengimani Tuhan, dan beribadah kepadaNya. “Namun di satu sisi saya tidak merasa bahagia, saya selalu memiliki perasaan bahwa saya membalas kebaikan Tuhan terlalu sedikit,” katanya saat mengisahkan masa lalu perjalanannya menuju Islam. “Dan itulah alasan kenapa saya pernah bertutur, bahwa jika sudah memeluk Islam, saya benar-benar ingin lima kali sehari mengingat dan memanjatkan doa dan mendapatkan kesempatan untuk berterimakasih kepada Tuhan.”
Sebenarnya bisa saja ia tetap beragama Kristen dan melakukan ibadah.
Namun ternyata tidaklah demikian. Ia melanjutkan kisahnya, “Ketika seseorang mempelajari Al Quran dan berkata, saya meyakininya sebagai Firman Tuhan, maka, setidaknya menurut pandangan saya, konsekuensi logisnya berarti: Saya menerima Islam. Jadi bagi saya aneh untuk
berkata: Saya percaya bahwa Al Quran itu asli, tapi saya tetap memeluk Kristen. Ini menurut saya tidak benar.”

Aturan dan arahan yang jelas dalam Islam menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi pemeluk Nasrani Jerman. Hal ini diamini oleh Nils.
“Ajaran dasar sopan santun dan akhlaq dalam Islam dan Kristen adalah sama. Agama saya sekarang sekedar lebih lengkap. Kini saya memiliki perasaan hubungan yang semakin dekat dengan Tuhan”, tuturnya kepada harian Hamburger Abendblatt yang juga memaparkan niatan Nils berniat untuk melaksanakan ibadah Haji ke Mekkah di suatu hari nant
i