Ada
perselisihan keagamaan yang sangat lama antara bani Ismail (Arab) dan
bani Israel mengenai beberapa persoalan menyangkut hak kelahiran dan
perjanjian. Para pembaca Bible dan Al-Qur’an mengetahui tentang kisah
nabi besar Ibrahim dan kedua anaknya yang bernama Ismail dan Ishaq.
Kisah tentang seruan Ibrahim dari kota Ur di Khaldea, dan kisah tentang
keturunannya sampai kematian cucunya Yusuf di Mesir, tertulis dalam
kitab Kejadian. Dalam silsilahnya sebagaimana terekam dalam kitab
Kejadian, Ibrahim adalah keturunan ke 20 dari Adam, dan sejaman dengan
Raja Namrud, yang membangun menara Babel yang menakjubkan.
Kisah awal tentang nabi Ibrahim di kota Ur, Khaldea, meskipun tidak disebutkan dalam Bible, direkam oleh sejarawan Yahudi terkenal, Joseph Flavus dalam Antiquities-nya dan juga dikonfirmasi oleh Al-Qur’an. Tetapi Bible dengan jelas mengatakan bahwa bapaknya Ibrahim bernama Terah, sedangkan al-Qur’an mengatakan bapaknya Ibrahim adalah Azar. Meskipun demikian kedua kitab suci tersebut sama-sama mengatakan bapaknya Ibarahim adalah seorang penyembah berhala.
Ibrahim mewujudkan kecintaan dan kesetiaannya kepada Tuhan ketika ia masuk kedalam bait Allah dan menghancurkan semua patung dan berhala yang ada didalamnya[1], dan dengan demikian ia adalah prototipe sejati dari keturunannya yang termasyur, Muhammad. Ia keluar tanpa cedera dan dengan kemenangan dari tungku api yang menyala-nyala yang kedalamnya ia dilemparkan atas perintah Raja Namrud[2]. Ia selamat tanpa cedera dari tungku api yang menyala-nyala[3]. Dengan ketaatan terhadap seruan Ilahi, ia meninggalkan negeri asalnya dan memulai perjalanan jauh dan berliku kenegeri Kanaan, Mesir, dan Arabia.
Istrinnya, Sarah adalah seorang wanita mandul. Namun, Tuhan memberitahukan Ibrahim, bahwa Ibrahim ditakdirkan untuk menjadi bapak dari banyak bangsa-bangsa, bahwa semua wilayah yang dia lintasi dalam perjalanan akan diberikan sebagai warisan kepada keturunannya, dan bahwa “ dengan benihnya semua bangsa di muka bumi akan diberkahi ”! Janji yang sangat hebat dan unik dalam sejarah agama ini diterima dengan keimanan kuat dipihak Ibrahim yang ketika itu tidak memiliki keturunan.
Ketika Ibrahim dibawa keluar untuk memandang ke langit pada malam hari dan diberi tahu oleh Allah bahwa anak cucunya akan sebanyak bintang dilangit dan sama tidak terhitungnya dengan pasir di pantai, Ibrahim mempercayai-Nya.
Gadis Mesir yang miskin dan berbudi luhur, Hajar namanya, adalah seorang budaknya Sarah. Atas tawaran dan restu Sarah, maka Hajar di nikahi oleh Ibrahim[4] secara resmi, dan dari perkawinan inilah lahir Ismail.
Akibat konflik rumah tangga, Hajar sempat melarikan diri, namun malaikat-Nya datang untuk mengulangi janji Tuhan kepada Ibrahim[5], bahwa keturunan Ibrahim melalui Hajar akan memiliki sangat banyak keturunan.
Ketika Ismail berusia 13 tahun, Allah sekali lagi mendatangi Ibrahim melalui malaikat-Nya, dan janji lama yang sama diulangi lagi kepada Ibarahim (Kejadian pasal 17).
Belakangan –maksudnya ketika Ibrahim berusia 99 tahun dan Sarah 90 tahun- ternyata Sarah juga melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ishaq, ini sesuai dengan janji-Nya.
Setelah lahirnya Ishaq, maka Hajar dan anaknya (Ismail), menurut Bible, diusir oleh Sarah. Hajar dan Ismail –yang ketika itu masih bayi- lari menuju gurun pasir, di tengah perjalanan mereka kehausan, kemudian sebuah mata air menyembur atas perintah Tuhan. Setelah itu tidak ada lagi, berita tentang Ismail dalam kitab Kejadian, kecuali bahwa Ismail menikahi seorang wanita Mesir, dan ketika Ibrahim meninggal, ia hadir bersama Ishaq untuk menguburkan bapak mereka.
Kemudian kitab Kejadian melanjutkan kisah tentang Ishaq, dua anaknya, dan kedatangan Yakub ke Mesir, dan diakhiri oleh meninggalnya Yusuf.
Peristiwa penting berikutnya dalam sejarah Ibrahim seperti terekam dalam Kejadian pasal 22 adalah pengorbanan anak satu-satunya kepada Tuhan, tetapi ia ditebus dengan seekor kambing yang besar[6].
Demikian cerita singkat mengenai Ibrahim dalam hubungannya dengan subjek tentang Hak Kelahiran dan Perjanjian.
Ada 3 pon yang harus digarisbawahi disini bagi setiap orang yang beriman kepada Allah:
Poin Pertama , adalah Ismail adalah anak sah Ibrahim, anak pertamanya, dan oleh karena itu klaimnya tentang hak kelahiran adalah adil dan sah!
Poin Kedua, adalah bahwa perjanjian dibuat antara Tuhan dan Ibrahim dan juga anak satu-satunya yang bernama Ismail (karena ketika itu Ishaq berlum lahir). Perjanjian dan hukum khitan itu tidak akan punya nilai dan arti penting kalau janji yang diulang-ulang itu tidak terkandung dalam firman Tuhan, “ Melaluimu semua bangsa bumi akan diberkahi ” dan khususnya ungkapan Benih “ yang akan keluar dari mangkuk-mangkuk ia akan menjadi ahli warismu ” (Kejadian 15:4). Janji itu dipenuhi ketika Ismail lahir (kejadian bab 16), dan Ibrahim mendapat penghiburan bahwa pelayan utamanya Eliezer tidak akan lagi menjadi ahli warisnya.
Konsekuensinya, kita harus mengakui bahwa Ismail adalah pewaris martabat dan hak istimewa Ibrahim yang riil dan sah. Hak prerogratif bahwa “ karena Ibrahim maka semua bangsa dibumi akan diberkahi ” begitu sering diulang-ulang adalah warisan karena hak kelahiran Ismail. Warisan yang menjadi hak Ismail bukanlah tenda tempat Ibrahim bernaung atau seekor unta tertentu yang biasa Ibrahim tunggangi, tetapi hak untuk menaklukkan dan menduduki selama-lamanya wilayah yang terbentang dari sungai Nil sampai dengan sungai Eufrat yang dihuni oleh sekitar 10 bangsa yang berbeda-beda. Negeri-negeri tersebut belum pernah ditaklukan oleh keturunan Ishaq, melainkan oleh keturunan Ismail. Inilah pemenuhan nubuat aktual dan sesuai dengan kenyataan terhadap perjanjian-Nya.
Poin Ketiga, adalah bahwa Ishaq juga lahir dan diberkati oleh Tuhan, dan bahwa untuk kaumnyalah negeri Kanaan dijanjikan dan benar-benar dikuasai oleh Yoshua. Tidak seorang muslim pun pernah berpikir meremehkan kedudukan Ishaq sebagai seorang nabi,karena memusuhi nabi-Nya artinya memusuhi Tuhan yang mengutus para nabi-Nya[7]. Ketika kita membedakan Ismail dan Ishaq, tidak ada yang dapat kita lakukan selain bersikap hormat pada kedua hamba-Nya yang suci .
Sebenarnya, bani Israel, dengan hukum dan kitab sucinya, memiliki sejarah keagamaan yang cukup unik dimasa lalu. Mereka benar-benar bangsa pilihan Tuhan, meskipun mereka sering menentang Tuhan dan jatuh dalam kemusyrikan, namun dari merekalah telah dilahirkan banyak nabi dan wanita yang soleh.
Sejauh ini, tidak ada poin kontroversi yang riil antara bani Ismail dan bani Israel. Karena jika “keberkahan” dan “hak kelahiran” diartikan hanya semacam pemilikan materi dan kekuasaan, maka perselisihan akan diselesaikan sebagaimana telah diselesaikan dengan pedang dan fakta saat ini bahwa Arab telah menguasai negeri-negeri yang dijanjikan Tuhan.
Namun, ada 2 poin perselisihan yang fundamental diantara kedua bangsa. Dan bahwa yang diperselisihkan tersebut adalah mengenai perselisihan mengenai nabi terakhir. Kaum Yahudi tidak melihat pemenuhan atas apa yang disebut nubuat-nubuat Mesianis dalam diri Yesus atau kalau tidak dalam arti Muhammad. Kaum Yahudi selalu cemburu terhadap Ismail, karena mereka sangat mengetahui bahwa karena dirinya maka perjanjian dibuat dan melalui pengkhitanannya maka perjanjian pun disahkan. Dan karena dendam inilah para pendeta mereka menyelewengkan dan menyisipkan banyak bagian dalam kitab-kitab suci. Mereka menghapuskan nama Ismail dari ayat ke 2, 6, 7 dalam pasal ke 20 dalam kitab Kejadian, dan sebagai gantinya memasukkan nama Ishaq. Padahal perjanjian yang dibuat oleh Allah, adalah “ karena engkau tidak mengecualikan satu-satunya anakmu yang dilahirkan, maka Aku akan menambah dan membiakkan keturunanmu sebanyak bintang-bintang di langit dan pasir di pantai.” Kata membiakkan yang mana malaikatNya kepada Hajar : Aku akan membiakkan anak cucumu sampai tak terkira banyaknya, dan bahwa Ismail akan menjadi “ orang yang subur” (Kejadian 16:12)[8]. Sekarang umat Kristen telah menerjemahkan arti “subur” dan “berlimpah” dari kata kerja bahasa ibrani “para” yang identik dengan bahasa arab wefera, dengan sebutan “keledai liar” Tidakkah memalukan dan kufur menyebut Ismail dengan sebutan “keledai liar” padahal Allah menyebut Ismail dengan sebutan “subur” dan “berlimpah”.
Sangat luar biasa bahwa Yesus sendiri (seperti dilaporkan oleh Injil Barnabas) mencerca kaum Yahudi (dimana kaum Yahudi mengatakan mesias akan turun dari garis keturunan Daud) dan memberitahukan kepada mereka bahwa tidaklah mungkin mesias itu seorang keturunan Daud, karena Daud menyebut dia sebagai Tuannya (Barnabas 43:4-5), dan selanjutnya menjelaskan bagaimana bapak-bapak mereka telah mengubah isi kitab suci, dan bahwa perjanjian dibuat tidak untuk Ishaq, melainkan untuk Ismail, dan bahwa satu-satunya anak Ibrahim yang dilahirkan berarti adalah Ismail, dan bukan Ishaq yang belum terlahir kedunia ini (Barnabas pasal 44).
Paulus yang menganggap dirinya sebagai seorang rasul dan mengaku dirinya sebagai utusan Yesus, menggunakan beberapa kata yang tidak sopan tentang Hajar dan Ismail (Galatia 6:21-33, dan kitab-kitab Paulus yang lainnya) dan terang-terangan menentang gurunya. Paulus telah melakukan segala upaya yang merusak dan menyesatkan umat Kristen yang dahulu dianiayanya sebelum ia memeluk kristen. Dan penting pula disebutkan disini bahwa cara Paulus (atau nama aslinya Saul) mengaku mendapatkan wahyu sungguh tidak konsisten, seperti yang tercantum dalam naskah orisinil King James Version Bible
Act (Kisah-kisah) 9:4-5
"And HE FELL to the earth, and heard a voice saying unto him, Saul, Saul, why persecutest thou me? And he said, Who art thou, Lord? And the Lord said, I am Jesus whom thou persecutest: hard for thee to kick against the pricks.
Kontradiksi dengan,
Act (Kisah-Kisah) 26:14
"And when WE WERE ALL fallen to the earth, I heard a voice speaking unto me, and saying in the Hebrew tongue, Saul, Saul, why persecutest thou me? hard for thee to kick against the pricks.
Pertanyaannya adalah: Siapakah yang rebah ke bumi? Paulus saja ataukah Paulus bersama orang lain ?
Sesungguhnya, surat-surat Paulus sebagaimana ditunjukkan dihadapan kita penuh dengan ajaran-ajaran dan statement-statement yang menjijikkan. Paulus adalah seorang Pharisee yang fanatik dan seorang ahli hukum dan filsafat. Setelah ia memeluk agama Kristen, ia malah lebih fanatik lagi dibandingkan sebelumnya. Kebenciannya terhadap Ismail dan klaimnya terhadap hak kelahiran membuatnya lupa dan mengabaikan hukum Taurat yang melarang seorang lelaki menikahi saudara perempuannya sendiri dengan ancaman hukuman mati.
Jika Paulus diberi wahyu oleh Tuhan, maka ia sudah dicela kitab Kejadian sebagai penuh dengan kepalsuan ketika ia dua kali mengatakan bahwa Ibrahim adalah suami dari saudara perempuannya sendiri. Atau kalau tidak, ia memfitnah nabi sebagai pendusta! Tetapi ia mempercayai firman-firman dalam kitab, dan kata hatinya tidak menyiksanya setidaknya ketika ia mengidentifikasikan Hajar sebagai Gurun Sinai yang tandus, sedangkan sifat-sifat Sarah sebagai Yerusalem diatas surga (Galatia 4:25-26).
Pernahkah Paulus membaca laknat dari hukum ini:
“Terkutuklah orang yang tidur dengan saudaranya perempuan, anak ayah atau anak ibunya. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata: Amin!” (Ulangan 27:22)
Tuhan yang membuat perjanjian dengan Ismail karenanya menjelaskan hukum waris, yaitu jika seorang lelaku mempunyai dua istri, yaitu satu dicintai dan satunya lagi tidak dicintai, dana masing-masing melahirkan seorang anak laki-laki, dan jika anak dari istri yang tidak dicintai adalah lahir yang pertama (anak sulung), maka anak itu, dan bukan anak dari istri yang dicintai, berhak atas hak kelahiran (warisan). Konsekuensinya yang lahir pertama akan mewarisi dua kali dari saudaranya (Ulangan 21:15-17). Lantas, apakah hukum ini tidak cukup untuk membungkam semua orang yang menentang klaim Ismail yang pantas atas hak kelahiran (warisan sebagai anak sulung)?
Marilah kita sekarang membahas persoalan hak kelahiran ini sesingkat mungkin. Kita tahu bahwa Ibrahim adalah seorang kepala nomadem dan juga seorang nabiNya, dan bahwa ia biasa tinggal di tenda dan mempunyai banuak kawanan ternak dan kekayaan. Kini orang-orang suku nomadem tidak mewarisi tanah dan padang rumput, tetapi sang tokoh menyerahkan kepada masing-masing anaknya klan-klan atau suku-suku tertentu sebagai warga negara atau tanggungannya. Peraturannya, yang paling muda mewarisi tungku atau tenda orang tuanya, sedangkan yang lebih tua mewarisi singgasananya.
Sang penakluk dari Mongolia, Jenghis Khan, digantikan oleh Oghtai, anak sulungnya yang bertahta di Peking sebagai Khan, tetapi anaknya yang paling muda tetap mendapat tungku bapaknya di Qaraqorum, Mongolia. Sama persis dengan dua anaknya nabi Ibrahim, Ishaq mewarisi tenda bapaknya dan seperti bapaknya hidup nomadem di tenda-tenda. Tetapi Ismail, dikirim ke Hijaz untuk menjaga bait Allah yang telah dibangunnya dengan Ibrahim. Di Hijaz pula lah Ismail menetap, menjadi nabi dan pangeran dikalangan suku-suku Arab yang mempercayainya.
Di Mekkah, Ka'bah menjadi pusat ziarah yang disebut al Hajj dan keturunan Ismail dengan cepat bertambah berlipat ganda layaknya bintang-bintang di langit.
Dari masa Ismail sampai dengan lahirnya Muhammad, bangsa Arab di Hijaz (Jazirah Arabia) sudah merdeka dan menjadi pemilik atas negeri-negeri mereka sendiri. Dua kekaisaran adidaya ketika itu, Persia dan Romawi tidak sanggup menaklukkan bani Ismail. Meskipun akhirnya keturunan Ismail mengenal kemusyrikan, namun nama Allah, Ibrahim, Ismail, dan beberapa nabi lainnya tetap tak terlupakan oleh mereka. Bahkan Esau bin Ishaq menyerahkan tungku bapaknya kepada adiknya Yakub, dan Esau memilih tinggal di Edom, disana ia menjadi pemimpin kaumnya dan segera bercampur dengan suku-suku Arab keturunan Ismail lainnya, dimana Ismail adalah paman sekaligus bapak mertuanya Esau.
Kisah tentang Esau yang menjual hak kelahirannya kepada Yakub untuk mendapat sepiring sop adalah muslihat busuk yang dibuat-buat untuk menjustifikasikan perlakuan buruk yang dinisbahkan kepada Ismail. Dinyatakan tanpa dibuktikan kebenarannya, bahwa Tuhan membenci Esau dan mencintai Yakub, padahal anak kembar itu (Esau dan Yakub) masih dalam rahim ibunya. Dan bahwa “ saudara yang lebih tua akan menghamba kepada saudara yang lebih muda ” (Kejadian 25). Tetapi anehnya, laporan lain, mungkin dari sumber lain, menunjukkan kasus ini hanya sebagai kebalikan dari prediksi tersebut diatas. Karena pada Kitab Kejadian pasal 33, dengan jelas mengakui bahwa Yakub menghamba kepada Esau, didepan siapa ia tujuh kali sujud menghormat, dengan menyebutnya “tuanku” dan menyatakan dirinya sebagai “hambamu”.
Ibrahim, menurut Bible, memiliki beberapa anak lainnya dari Qitura dan para selir, kepada siapa ia memberikan hadiah atau pemberian dan mengirim mereka ke timur. Mereka semua menjadi suku-suku yang besar dan kuat. Dua belas anak Ismail disebut-sebut nama-namanya menurut urutannya dan dideskripsikan, masing-masing menjadi tokoh di kota dan kampung atau tentaranya (Kejadian pasal 25). Begitu pula anak-anak dari Qitura, dan lain-lainnya, juga anak-anak keturunan Esau yang disebut nama-nama mereka.
Ketika kita melihat jumlah keluarga Yakub pada saat pergi ke Mesir, yang tidak melebihi 70 kepala, dan ketika ia ditemui oleh Esau diiringi 400 pengawal berkuda dan suku-suku Arab yang kuat yang tunduk pada 12 Emir dari keluarga Ismail, dan kemudian ketika nabi-Nya yang terakhir memproklamasikan agama Islam dan setelah menuntaskan misi perjuangan menegakkan Islam dan semua suku Arab itu secara bersama-sama menyambutnya dengan gembira dan menerima agamanya, dan menyerahkan semua negeri-negeri yang dijanjikan kepada anak-anak Ibrahim, sebenarnya kita harus buta agar tidak melihat bahwa perjanjian dibuat dengan Ismail dan janji teralisir dalam diri nabi Muhammad saw.
Sebelum menyimpulkan bab ini, saya ingin menarik perhatian para pengkaji Bible yang kritis, bahwa pada kenyataannya, nubuat-nubuat dan bagian-bagian mesianistik merupakan propaganda untuk Dinasti Daud setelah meninggalnya Raja Sulaiman yang berakibat pecahnya kerajaannya menjadi dua kerajaan. Dua nabi dari bani Israel lainnya, seperti nabi Elias dan Elisha yang tumbuh subur di Kerajaan Samaria atau Israel, malah tidak menyebut nama Daud ataupun Sulaiman. Yerusalem tidak lagi menjadi pusat agama untuk sepuluh suku dan klaim-klaim bangsa Israel terhadap pemerintahan abadi ditolak!
Tetapi nabi-nabi seperti nabi Yesaya dan lainnya yang terikat dengan bait Yerusalem dan rumah Daud telah meramalkan kedatangan seorang nabi dan raja besar.
Dalam bab-bab selanjutnya, saya akan mengajak para pembaca melihat tanda-tanda yang ada pada diri nabi besar itu.
Kisah awal tentang nabi Ibrahim di kota Ur, Khaldea, meskipun tidak disebutkan dalam Bible, direkam oleh sejarawan Yahudi terkenal, Joseph Flavus dalam Antiquities-nya dan juga dikonfirmasi oleh Al-Qur’an. Tetapi Bible dengan jelas mengatakan bahwa bapaknya Ibrahim bernama Terah, sedangkan al-Qur’an mengatakan bapaknya Ibrahim adalah Azar. Meskipun demikian kedua kitab suci tersebut sama-sama mengatakan bapaknya Ibarahim adalah seorang penyembah berhala.
Ibrahim mewujudkan kecintaan dan kesetiaannya kepada Tuhan ketika ia masuk kedalam bait Allah dan menghancurkan semua patung dan berhala yang ada didalamnya[1], dan dengan demikian ia adalah prototipe sejati dari keturunannya yang termasyur, Muhammad. Ia keluar tanpa cedera dan dengan kemenangan dari tungku api yang menyala-nyala yang kedalamnya ia dilemparkan atas perintah Raja Namrud[2]. Ia selamat tanpa cedera dari tungku api yang menyala-nyala[3]. Dengan ketaatan terhadap seruan Ilahi, ia meninggalkan negeri asalnya dan memulai perjalanan jauh dan berliku kenegeri Kanaan, Mesir, dan Arabia.
Istrinnya, Sarah adalah seorang wanita mandul. Namun, Tuhan memberitahukan Ibrahim, bahwa Ibrahim ditakdirkan untuk menjadi bapak dari banyak bangsa-bangsa, bahwa semua wilayah yang dia lintasi dalam perjalanan akan diberikan sebagai warisan kepada keturunannya, dan bahwa “ dengan benihnya semua bangsa di muka bumi akan diberkahi ”! Janji yang sangat hebat dan unik dalam sejarah agama ini diterima dengan keimanan kuat dipihak Ibrahim yang ketika itu tidak memiliki keturunan.
Ketika Ibrahim dibawa keluar untuk memandang ke langit pada malam hari dan diberi tahu oleh Allah bahwa anak cucunya akan sebanyak bintang dilangit dan sama tidak terhitungnya dengan pasir di pantai, Ibrahim mempercayai-Nya.
Gadis Mesir yang miskin dan berbudi luhur, Hajar namanya, adalah seorang budaknya Sarah. Atas tawaran dan restu Sarah, maka Hajar di nikahi oleh Ibrahim[4] secara resmi, dan dari perkawinan inilah lahir Ismail.
Akibat konflik rumah tangga, Hajar sempat melarikan diri, namun malaikat-Nya datang untuk mengulangi janji Tuhan kepada Ibrahim[5], bahwa keturunan Ibrahim melalui Hajar akan memiliki sangat banyak keturunan.
Ketika Ismail berusia 13 tahun, Allah sekali lagi mendatangi Ibrahim melalui malaikat-Nya, dan janji lama yang sama diulangi lagi kepada Ibarahim (Kejadian pasal 17).
Belakangan –maksudnya ketika Ibrahim berusia 99 tahun dan Sarah 90 tahun- ternyata Sarah juga melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ishaq, ini sesuai dengan janji-Nya.
Setelah lahirnya Ishaq, maka Hajar dan anaknya (Ismail), menurut Bible, diusir oleh Sarah. Hajar dan Ismail –yang ketika itu masih bayi- lari menuju gurun pasir, di tengah perjalanan mereka kehausan, kemudian sebuah mata air menyembur atas perintah Tuhan. Setelah itu tidak ada lagi, berita tentang Ismail dalam kitab Kejadian, kecuali bahwa Ismail menikahi seorang wanita Mesir, dan ketika Ibrahim meninggal, ia hadir bersama Ishaq untuk menguburkan bapak mereka.
Kemudian kitab Kejadian melanjutkan kisah tentang Ishaq, dua anaknya, dan kedatangan Yakub ke Mesir, dan diakhiri oleh meninggalnya Yusuf.
Peristiwa penting berikutnya dalam sejarah Ibrahim seperti terekam dalam Kejadian pasal 22 adalah pengorbanan anak satu-satunya kepada Tuhan, tetapi ia ditebus dengan seekor kambing yang besar[6].
Demikian cerita singkat mengenai Ibrahim dalam hubungannya dengan subjek tentang Hak Kelahiran dan Perjanjian.
Ada 3 pon yang harus digarisbawahi disini bagi setiap orang yang beriman kepada Allah:
Poin Pertama , adalah Ismail adalah anak sah Ibrahim, anak pertamanya, dan oleh karena itu klaimnya tentang hak kelahiran adalah adil dan sah!
Poin Kedua, adalah bahwa perjanjian dibuat antara Tuhan dan Ibrahim dan juga anak satu-satunya yang bernama Ismail (karena ketika itu Ishaq berlum lahir). Perjanjian dan hukum khitan itu tidak akan punya nilai dan arti penting kalau janji yang diulang-ulang itu tidak terkandung dalam firman Tuhan, “ Melaluimu semua bangsa bumi akan diberkahi ” dan khususnya ungkapan Benih “ yang akan keluar dari mangkuk-mangkuk ia akan menjadi ahli warismu ” (Kejadian 15:4). Janji itu dipenuhi ketika Ismail lahir (kejadian bab 16), dan Ibrahim mendapat penghiburan bahwa pelayan utamanya Eliezer tidak akan lagi menjadi ahli warisnya.
Konsekuensinya, kita harus mengakui bahwa Ismail adalah pewaris martabat dan hak istimewa Ibrahim yang riil dan sah. Hak prerogratif bahwa “ karena Ibrahim maka semua bangsa dibumi akan diberkahi ” begitu sering diulang-ulang adalah warisan karena hak kelahiran Ismail. Warisan yang menjadi hak Ismail bukanlah tenda tempat Ibrahim bernaung atau seekor unta tertentu yang biasa Ibrahim tunggangi, tetapi hak untuk menaklukkan dan menduduki selama-lamanya wilayah yang terbentang dari sungai Nil sampai dengan sungai Eufrat yang dihuni oleh sekitar 10 bangsa yang berbeda-beda. Negeri-negeri tersebut belum pernah ditaklukan oleh keturunan Ishaq, melainkan oleh keturunan Ismail. Inilah pemenuhan nubuat aktual dan sesuai dengan kenyataan terhadap perjanjian-Nya.
Poin Ketiga, adalah bahwa Ishaq juga lahir dan diberkati oleh Tuhan, dan bahwa untuk kaumnyalah negeri Kanaan dijanjikan dan benar-benar dikuasai oleh Yoshua. Tidak seorang muslim pun pernah berpikir meremehkan kedudukan Ishaq sebagai seorang nabi,karena memusuhi nabi-Nya artinya memusuhi Tuhan yang mengutus para nabi-Nya[7]. Ketika kita membedakan Ismail dan Ishaq, tidak ada yang dapat kita lakukan selain bersikap hormat pada kedua hamba-Nya yang suci .
Sebenarnya, bani Israel, dengan hukum dan kitab sucinya, memiliki sejarah keagamaan yang cukup unik dimasa lalu. Mereka benar-benar bangsa pilihan Tuhan, meskipun mereka sering menentang Tuhan dan jatuh dalam kemusyrikan, namun dari merekalah telah dilahirkan banyak nabi dan wanita yang soleh.
Sejauh ini, tidak ada poin kontroversi yang riil antara bani Ismail dan bani Israel. Karena jika “keberkahan” dan “hak kelahiran” diartikan hanya semacam pemilikan materi dan kekuasaan, maka perselisihan akan diselesaikan sebagaimana telah diselesaikan dengan pedang dan fakta saat ini bahwa Arab telah menguasai negeri-negeri yang dijanjikan Tuhan.
Namun, ada 2 poin perselisihan yang fundamental diantara kedua bangsa. Dan bahwa yang diperselisihkan tersebut adalah mengenai perselisihan mengenai nabi terakhir. Kaum Yahudi tidak melihat pemenuhan atas apa yang disebut nubuat-nubuat Mesianis dalam diri Yesus atau kalau tidak dalam arti Muhammad. Kaum Yahudi selalu cemburu terhadap Ismail, karena mereka sangat mengetahui bahwa karena dirinya maka perjanjian dibuat dan melalui pengkhitanannya maka perjanjian pun disahkan. Dan karena dendam inilah para pendeta mereka menyelewengkan dan menyisipkan banyak bagian dalam kitab-kitab suci. Mereka menghapuskan nama Ismail dari ayat ke 2, 6, 7 dalam pasal ke 20 dalam kitab Kejadian, dan sebagai gantinya memasukkan nama Ishaq. Padahal perjanjian yang dibuat oleh Allah, adalah “ karena engkau tidak mengecualikan satu-satunya anakmu yang dilahirkan, maka Aku akan menambah dan membiakkan keturunanmu sebanyak bintang-bintang di langit dan pasir di pantai.” Kata membiakkan yang mana malaikatNya kepada Hajar : Aku akan membiakkan anak cucumu sampai tak terkira banyaknya, dan bahwa Ismail akan menjadi “ orang yang subur” (Kejadian 16:12)[8]. Sekarang umat Kristen telah menerjemahkan arti “subur” dan “berlimpah” dari kata kerja bahasa ibrani “para” yang identik dengan bahasa arab wefera, dengan sebutan “keledai liar” Tidakkah memalukan dan kufur menyebut Ismail dengan sebutan “keledai liar” padahal Allah menyebut Ismail dengan sebutan “subur” dan “berlimpah”.
Sangat luar biasa bahwa Yesus sendiri (seperti dilaporkan oleh Injil Barnabas) mencerca kaum Yahudi (dimana kaum Yahudi mengatakan mesias akan turun dari garis keturunan Daud) dan memberitahukan kepada mereka bahwa tidaklah mungkin mesias itu seorang keturunan Daud, karena Daud menyebut dia sebagai Tuannya (Barnabas 43:4-5), dan selanjutnya menjelaskan bagaimana bapak-bapak mereka telah mengubah isi kitab suci, dan bahwa perjanjian dibuat tidak untuk Ishaq, melainkan untuk Ismail, dan bahwa satu-satunya anak Ibrahim yang dilahirkan berarti adalah Ismail, dan bukan Ishaq yang belum terlahir kedunia ini (Barnabas pasal 44).
Paulus yang menganggap dirinya sebagai seorang rasul dan mengaku dirinya sebagai utusan Yesus, menggunakan beberapa kata yang tidak sopan tentang Hajar dan Ismail (Galatia 6:21-33, dan kitab-kitab Paulus yang lainnya) dan terang-terangan menentang gurunya. Paulus telah melakukan segala upaya yang merusak dan menyesatkan umat Kristen yang dahulu dianiayanya sebelum ia memeluk kristen. Dan penting pula disebutkan disini bahwa cara Paulus (atau nama aslinya Saul) mengaku mendapatkan wahyu sungguh tidak konsisten, seperti yang tercantum dalam naskah orisinil King James Version Bible
Act (Kisah-kisah) 9:4-5
"And HE FELL to the earth, and heard a voice saying unto him, Saul, Saul, why persecutest thou me? And he said, Who art thou, Lord? And the Lord said, I am Jesus whom thou persecutest: hard for thee to kick against the pricks.
Kontradiksi dengan,
Act (Kisah-Kisah) 26:14
"And when WE WERE ALL fallen to the earth, I heard a voice speaking unto me, and saying in the Hebrew tongue, Saul, Saul, why persecutest thou me? hard for thee to kick against the pricks.
Pertanyaannya adalah: Siapakah yang rebah ke bumi? Paulus saja ataukah Paulus bersama orang lain ?
Sesungguhnya, surat-surat Paulus sebagaimana ditunjukkan dihadapan kita penuh dengan ajaran-ajaran dan statement-statement yang menjijikkan. Paulus adalah seorang Pharisee yang fanatik dan seorang ahli hukum dan filsafat. Setelah ia memeluk agama Kristen, ia malah lebih fanatik lagi dibandingkan sebelumnya. Kebenciannya terhadap Ismail dan klaimnya terhadap hak kelahiran membuatnya lupa dan mengabaikan hukum Taurat yang melarang seorang lelaki menikahi saudara perempuannya sendiri dengan ancaman hukuman mati.
Jika Paulus diberi wahyu oleh Tuhan, maka ia sudah dicela kitab Kejadian sebagai penuh dengan kepalsuan ketika ia dua kali mengatakan bahwa Ibrahim adalah suami dari saudara perempuannya sendiri. Atau kalau tidak, ia memfitnah nabi sebagai pendusta! Tetapi ia mempercayai firman-firman dalam kitab, dan kata hatinya tidak menyiksanya setidaknya ketika ia mengidentifikasikan Hajar sebagai Gurun Sinai yang tandus, sedangkan sifat-sifat Sarah sebagai Yerusalem diatas surga (Galatia 4:25-26).
Pernahkah Paulus membaca laknat dari hukum ini:
“Terkutuklah orang yang tidur dengan saudaranya perempuan, anak ayah atau anak ibunya. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata: Amin!” (Ulangan 27:22)
Tuhan yang membuat perjanjian dengan Ismail karenanya menjelaskan hukum waris, yaitu jika seorang lelaku mempunyai dua istri, yaitu satu dicintai dan satunya lagi tidak dicintai, dana masing-masing melahirkan seorang anak laki-laki, dan jika anak dari istri yang tidak dicintai adalah lahir yang pertama (anak sulung), maka anak itu, dan bukan anak dari istri yang dicintai, berhak atas hak kelahiran (warisan). Konsekuensinya yang lahir pertama akan mewarisi dua kali dari saudaranya (Ulangan 21:15-17). Lantas, apakah hukum ini tidak cukup untuk membungkam semua orang yang menentang klaim Ismail yang pantas atas hak kelahiran (warisan sebagai anak sulung)?
Marilah kita sekarang membahas persoalan hak kelahiran ini sesingkat mungkin. Kita tahu bahwa Ibrahim adalah seorang kepala nomadem dan juga seorang nabiNya, dan bahwa ia biasa tinggal di tenda dan mempunyai banuak kawanan ternak dan kekayaan. Kini orang-orang suku nomadem tidak mewarisi tanah dan padang rumput, tetapi sang tokoh menyerahkan kepada masing-masing anaknya klan-klan atau suku-suku tertentu sebagai warga negara atau tanggungannya. Peraturannya, yang paling muda mewarisi tungku atau tenda orang tuanya, sedangkan yang lebih tua mewarisi singgasananya.
Sang penakluk dari Mongolia, Jenghis Khan, digantikan oleh Oghtai, anak sulungnya yang bertahta di Peking sebagai Khan, tetapi anaknya yang paling muda tetap mendapat tungku bapaknya di Qaraqorum, Mongolia. Sama persis dengan dua anaknya nabi Ibrahim, Ishaq mewarisi tenda bapaknya dan seperti bapaknya hidup nomadem di tenda-tenda. Tetapi Ismail, dikirim ke Hijaz untuk menjaga bait Allah yang telah dibangunnya dengan Ibrahim. Di Hijaz pula lah Ismail menetap, menjadi nabi dan pangeran dikalangan suku-suku Arab yang mempercayainya.
Di Mekkah, Ka'bah menjadi pusat ziarah yang disebut al Hajj dan keturunan Ismail dengan cepat bertambah berlipat ganda layaknya bintang-bintang di langit.
Dari masa Ismail sampai dengan lahirnya Muhammad, bangsa Arab di Hijaz (Jazirah Arabia) sudah merdeka dan menjadi pemilik atas negeri-negeri mereka sendiri. Dua kekaisaran adidaya ketika itu, Persia dan Romawi tidak sanggup menaklukkan bani Ismail. Meskipun akhirnya keturunan Ismail mengenal kemusyrikan, namun nama Allah, Ibrahim, Ismail, dan beberapa nabi lainnya tetap tak terlupakan oleh mereka. Bahkan Esau bin Ishaq menyerahkan tungku bapaknya kepada adiknya Yakub, dan Esau memilih tinggal di Edom, disana ia menjadi pemimpin kaumnya dan segera bercampur dengan suku-suku Arab keturunan Ismail lainnya, dimana Ismail adalah paman sekaligus bapak mertuanya Esau.
Kisah tentang Esau yang menjual hak kelahirannya kepada Yakub untuk mendapat sepiring sop adalah muslihat busuk yang dibuat-buat untuk menjustifikasikan perlakuan buruk yang dinisbahkan kepada Ismail. Dinyatakan tanpa dibuktikan kebenarannya, bahwa Tuhan membenci Esau dan mencintai Yakub, padahal anak kembar itu (Esau dan Yakub) masih dalam rahim ibunya. Dan bahwa “ saudara yang lebih tua akan menghamba kepada saudara yang lebih muda ” (Kejadian 25). Tetapi anehnya, laporan lain, mungkin dari sumber lain, menunjukkan kasus ini hanya sebagai kebalikan dari prediksi tersebut diatas. Karena pada Kitab Kejadian pasal 33, dengan jelas mengakui bahwa Yakub menghamba kepada Esau, didepan siapa ia tujuh kali sujud menghormat, dengan menyebutnya “tuanku” dan menyatakan dirinya sebagai “hambamu”.
Ibrahim, menurut Bible, memiliki beberapa anak lainnya dari Qitura dan para selir, kepada siapa ia memberikan hadiah atau pemberian dan mengirim mereka ke timur. Mereka semua menjadi suku-suku yang besar dan kuat. Dua belas anak Ismail disebut-sebut nama-namanya menurut urutannya dan dideskripsikan, masing-masing menjadi tokoh di kota dan kampung atau tentaranya (Kejadian pasal 25). Begitu pula anak-anak dari Qitura, dan lain-lainnya, juga anak-anak keturunan Esau yang disebut nama-nama mereka.
Ketika kita melihat jumlah keluarga Yakub pada saat pergi ke Mesir, yang tidak melebihi 70 kepala, dan ketika ia ditemui oleh Esau diiringi 400 pengawal berkuda dan suku-suku Arab yang kuat yang tunduk pada 12 Emir dari keluarga Ismail, dan kemudian ketika nabi-Nya yang terakhir memproklamasikan agama Islam dan setelah menuntaskan misi perjuangan menegakkan Islam dan semua suku Arab itu secara bersama-sama menyambutnya dengan gembira dan menerima agamanya, dan menyerahkan semua negeri-negeri yang dijanjikan kepada anak-anak Ibrahim, sebenarnya kita harus buta agar tidak melihat bahwa perjanjian dibuat dengan Ismail dan janji teralisir dalam diri nabi Muhammad saw.
Sebelum menyimpulkan bab ini, saya ingin menarik perhatian para pengkaji Bible yang kritis, bahwa pada kenyataannya, nubuat-nubuat dan bagian-bagian mesianistik merupakan propaganda untuk Dinasti Daud setelah meninggalnya Raja Sulaiman yang berakibat pecahnya kerajaannya menjadi dua kerajaan. Dua nabi dari bani Israel lainnya, seperti nabi Elias dan Elisha yang tumbuh subur di Kerajaan Samaria atau Israel, malah tidak menyebut nama Daud ataupun Sulaiman. Yerusalem tidak lagi menjadi pusat agama untuk sepuluh suku dan klaim-klaim bangsa Israel terhadap pemerintahan abadi ditolak!
Tetapi nabi-nabi seperti nabi Yesaya dan lainnya yang terikat dengan bait Yerusalem dan rumah Daud telah meramalkan kedatangan seorang nabi dan raja besar.
Dalam bab-bab selanjutnya, saya akan mengajak para pembaca melihat tanda-tanda yang ada pada diri nabi besar itu.
Catatan Kaki
[1]
“Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong,
kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka
kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang
melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia
termasuk orang-orang yang zalim." Mereka berkata: "Kami dengar ada
seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ".
Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat
dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan". Mereka bertanya: "Apakah
kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai
Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang
melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat
berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata:
"Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri
sendiri)". (QS Al Anbiyaa' 21:58-64)
[2] “Mereka berkata: "Bakarlah dia (Ibrahim) dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". (QS Al Anbiyaa' 21:68)
[3]“Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.(QS Al Anbiyaa' 21:69-70)
[4] “Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya.” (Kejadian 16:3)
[5] “…..Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya. Lalu Malaikat Tuhan menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur. Katanya: "Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?" Jawabnya: "Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku." Lalu kata MalaikatNya itu kepadanya: "Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya." Lagi kata Malaikat-Nya itu kepadanya: "Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya." (Kejadian 16:6-10)
[6] Umat Kristen dan Yahudi menyatakan bahwa Ibrahim mengorbankan anaknya yang bernama Ishaq, bukan Ismail sebagaimana diyakini oleh Islam! Dan menurut umat Kristen, yang dimaksud anak tunggal adalah anak perjanjian antara Allah dan Ibrahim, meskipun Ismail adalah anak sulung Ibrahim, tetapi Ishaq lah yang mendapat hak warisan dan Perjanjian dari Tuhan untuk keturunan Ibrahim.
Ada 3 poin utama yang harus di perhatikan mengenai lokasi tempat tinggal :
[2] “Mereka berkata: "Bakarlah dia (Ibrahim) dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". (QS Al Anbiyaa' 21:68)
[3]“Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.(QS Al Anbiyaa' 21:69-70)
[4] “Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya.” (Kejadian 16:3)
[5] “…..Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya. Lalu Malaikat Tuhan menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur. Katanya: "Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?" Jawabnya: "Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku." Lalu kata MalaikatNya itu kepadanya: "Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya." Lagi kata Malaikat-Nya itu kepadanya: "Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya." (Kejadian 16:6-10)
[6] Umat Kristen dan Yahudi menyatakan bahwa Ibrahim mengorbankan anaknya yang bernama Ishaq, bukan Ismail sebagaimana diyakini oleh Islam! Dan menurut umat Kristen, yang dimaksud anak tunggal adalah anak perjanjian antara Allah dan Ibrahim, meskipun Ismail adalah anak sulung Ibrahim, tetapi Ishaq lah yang mendapat hak warisan dan Perjanjian dari Tuhan untuk keturunan Ibrahim.
Ada 3 poin utama yang harus di perhatikan mengenai lokasi tempat tinggal :
- Hajar dan Ismail melewati Bersyeba (kejadian 21:14), kemudian tiba dan berdomisili di Paran (Kejadian 21:21)
- Ibrahim sedang berada di Bersyeba (Kejadian 21:33)
- Sarah dan Ishak berdomisili di Hebron, Sarah wafat di Hebron (kejadian 23:2)
Pada
pasal 22, langsung disebutkan bahwa nabi Ibrahim mendapat perintah
untuk menyembelih anak tunggalnya. Artinya Ibrahim masih berada di
Bersyeba.
Bila kita simak dengan seksama, maka Kejadian pasal 22 memiliki dua keganjilan yakni :
Kejanggalan pertama Kejadian pasal 22 ini mengisahkan seolah-olah Ishak berada di Bersyeba. Padahal tidak ada anak Ibrahim yang berdomisili di Bersyeba. Ishak dan ibunya justru tinggal di Hebron. Kejanggalan Kedua Setelah selesai ritual, pada Kejadaian 22:19 Ibrahim dan Ishak pulang ke Bersyeba. Jadi seolah-olah Sarah berdomisili di Bersyeba. Padahal Taurat mencatat Sarah berdomisili di Hebron hingga wafatnya (Kejadian 23:1-2). Seandainya Ishak yang disembelih, seharusnya Kejadian pasal 22 menceritakan kepulangan Ibrahim ke Hebron, tempat tinggal Sarah, untuk membawa Ishak yang hendak dikurbankan. Kemudian setelah acara ritual pengurbanan selesai, mestinya Ibrahim mengembalikan Ishak kepada ibunya di Hebron. BUKAN DI BERSYEBA. Kedengkian pendeta Yahudi mengedit taurat sudah terlalu jelas didepan mata. Pendeta Yahudi mengedit nama tempat Paran (lokasi tempat tinggal Ismail) menjadi nama tempat tinggal Ishak. Namun pendeta Yahudi terburu-buru mengedit Paran menjadi Bersyeba, padahal harusnya Hebron. "Apakah kamu (Muhammad) masih mengharapkan mereka (Bani Israel) akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka (bani Israel) mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?" (QS.Al-Baqarah:75) [7] “Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikatNya, rasul-rasulNya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (QS Al Baqarah 2:98) [8] Kejadian 16:12 dalam teks ibraninya: wəhû’ yihəyeh pere’ ’ādām yādōw b_akōl wəyad kōl bōw wə‘al-pənê k_āl-’ehāyw yiڑəkōn. |
Sumber:
"Menguak Misteri Muhammad SAW", Benjamin Keldani |